Keanekaragaman Hayati

Komunitas Fauna

Keberadaan fauna yang beranekaragam adalah salah satu indikator kualitas lingkungan. Taman Keanekaragaman Hayati sebagaimana Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia nomor 3 Tahun 2012 merupakan kawasan pencadangan sumber daya alam hayati lokal di luar kawasan hutan yang mempunyai fungsi konservasi in-situ dan/atau ex-situ, yang salah satunya sebagai usaha pelestarian satwa di dalam kawasan.

Indeks Keanekaragaman

Hasil analisis data jenis jenis dan jumlah individu burung di dalam kawasan Taman Bukit Siam menunjukkan indeks keanekaragaman jenis burung (H’) pada tahun 2020 sebesar 2.82. Nilai tersebut tentunya dipengaruhi oleh banyak faktor yang diantaranya adalah ketersediaan pakan, tempat berlindung, tempat berkembang biak, tutupan lahan, dan ancaman kelangsungan hidup burung baik predator alami maupun aktivitas manusia, Menurut Soegianto (1994), suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman jenis tinggi jika komunitas itu disusun oleh banyak jenis dengan kelimpahan jenis yang sama atau hampir sama. Nilai indeks keanekaragaman burung tersebut diigunakan sebagai acuan terhadap peningkatan keanekaragaman burung di kawasan pada penelitian selanjutnya.

Hasil penghitungan nilai indeks keanekaragaman jenis burung di Kawasan Reklamasi Berkelanjutan pada tahun 2020 adalah senilai 2.81. Perolehan nilai keanekaragaman jenis burung yang tinggi dapat disebabkan oleh relung ekologis yang beragam, diantaranya yaitu ketersediaan pakan, tempat berlindung, tempat berkembang biak, tutupan lahan, dan ancaman kelangsungan hidup burung baik predator alami maupun aktivitas manusia. Habitat burung pada kawasan Reklamasi Berkelanjutan berupa blok-blok tanaman vegetasi yang beragam yaitu meliputi tumbuhan buah, biji (Sengon dan Akasia), dan beberapa tumbuhan herba lainnya. Menurut Tortosa (2000), keanekaragaman jenis burung dipengaruhi oleh keanekaragaman tipe habitat.